GuidePedia

0



“sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram (Q.S. At-Taubah: 36).
Di antara empat bulan yang tersirat dalam ayat di atas adalah Muharram, Rajab, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah. Hal ini disebut bulan haram karena ia mengandung  kemuliaan lebih (dari bulan-bulan lainnya) dank arena pada bulan-bulan ini diharamkan untuk berperang (Tafsir As-Sa’di, hlm: 192)

Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian, ketika Islam datang, kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.

Bulan Muharram ini disebut sebagai bulan Allah, Rasulullah bersabda:
“puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah berpuasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim, no. 1982 dari shahabat Abu r.a).

Hal ini menjadi dasar peringatan Bulan Muharram adalah penentuan tahun baru Islam atau dimulainya tahun 1 kalender islam. Ada yang mengusulkan bahwa kelahiran Nabi Muhammad s.a.w adalah awal penanggalan tahun baru Islam. Selain itu, ada juga yang mengusulkan, tahun baru Islam dimulai wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. Akhirnya pada tahun 638 M (17 M) Khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun di mana hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Itulah momentum pentingnya memperingati 1 Muharram.
 Itulah hal yang mendasar, yang menjadi acuan umat muslim untuk terus istiqomah memperingati hari yang penuh berkah ini. Yang tidak melepaskan nilai-nilai sirah Nabawiyah dengan memperingati berlandaskan nilai-nilai keislaman.

Dengan datangnya tahun baru, banyak harapan-harapan yang dilansir, tak kalah menarik seorang dokter yang bertugas di salah satu klinik BUMN Kota Depok berpendapat. “datangnya tahun baru Islam, semoga jiwa muda semakin baik, baik dari semangatnya, tingkah lakunya sampai pada sifat-sifatnya yang sesuia dengan ajaran Rasulullah.” Imbuhnya.

Memang benar, di zaman yang modern ini sulit rasanya menemukan jiwa-jiwa pejuang yang ikhlas seperti yang Rasulullah contohkan. Padahal kita harus mengetahui bagaimana cara bertingkah, berprilaku layaknya seorang muslim.

“secara kontemporer sebaiknya kita memperluas syi’ar perayaan tahun baru Islam dengan memanfaatkan media elektronik seperti televisi dan radio dengan menampilkan acara-acara yang membawa pengaruh besar terhadap pembentukan karakter anak bangsa yang sesuai nilai Islam, layaknya siaran televisi pada perayaan tahun baru Masehi. Selain itu, kita harus mempunyai sebuah targetan khusus dengan datangnya tahun baru ini, diantaranya target baru dalam sendi kehidupan beragama, bermasyarakat, serta berkarya. Apalagi Indonesia yang disatukan dengan Bhineka Tunggal Ika yang mayoritas penduduknya adalah umat muslim seharusnya kita bisa memaksimalkan sebuah karya yang bernafaskan Islami. Namun, tetap bisa diterima dikalangan masyarakat yang heterogen.
Target selanjutanya, kita harus membuat targetan yang SMART: diantaranya, spesifik, dapat diukur, mudah dicapai, masuk akan dan memiliki batas waktu. Lalu kerjakan dengan membagi tugas, tidak sendirian, namun berjamaah agar lebih kuat dalam proses syi’arnya dalam menyampaikan pesan-pesan keislaman. Bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin.” Jelas dokter Eko S. Nugroho.   

Oleh: Muhamad Sakir.

Posting Komentar

 
Top