GuidePedia

Dpu dt bogor-"Saya mengenal Islam sudah tua. Ibu saya seorang peragawati, ayah saya seorang dosen. Jadi saya dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang tidak ada background keagamaan.  Tapi subhanallah, saya berani bilang bahwa beragama itu bukan lamanya."

Jika Anda penggemar musik jazz dan rock era 80-an, tentu mengenal salah satu bassis (pemain bass) kebanggaan kota kembang (Bandung) yang satu ini. Yuke Sumeru atau yang lebih dikenal dengan Yuke merupakan bassis ternama di zamannya. Yuke sempat bergabung dengan beberapa group musik jazz hingga rock, salah satunya Gong 2000 yang digawangi oleh Ahmad Akbar. Yuke pun pernah menyabet beberapa penghargaan sebagai pemain bass terbaik pada tahun 80-an.

Namanya semakin melambung dan pundi-pundi rupiah terus berdatangan seakan inilah yang namanya surga'. Ternyata, keadaannya yang seperti di surga' itu membuat Yuke berfikir tentang arah kehidupan sesungguhnya. Keadaan kemudian berbalik hingga 180°. Semuanya berawal dari proses berfikir dan melalui masa yang panjang. "Prosesnya lebih banyak dari saya berfikir," aku Yuke kepada Tim Swadaya saat ditemui di kediaman almarhumah ibunya, Senin (17/12) lalu.

"Ini lho mbak, foto-foto saya zaman dulu, udah pernah lihat belum? Ini teman saya yang kirim," sesekali Yuke tertawa saat memperlihatkan foto-fotonya dari telepon genggam miliknya. Yuke sama sekali tidak terlihat sedih. Padahal, beberapa jam lalu Yuke baru saja mengentarkan ibunya ke tempat peristirahatan terakhir. Dengan ilmu yang dimilikinya saat ini, Yuke tampak tenang menghadapi berbagai masalah seberat apa pun.

Terjun ke Dunia Dakwah
Tahun 1998 Yuke mulai memikirkan untuk meninggalkan dunia hiburan. Pada tahun 2000, Yuke mantap memutuskan untuk meninggalkan dunia hiburan dan pergi melaksanakan haji. Sejak saat itu, Yuke total meninggalkan hingar-bingar dunia hiburan dan resmi gantung bass'.

Tahun 2004 Yuke resmi menyandang gelar Sarjaana al-Quran dari sebuah perguruan tinggi al-Quran ternama. Ini merupakan salah satu bukti keseriusan Yuke untuk hijrah ke jalan Allah meski usianya telah hampir setengah abad. Yuke pun kembali melanjutkan studinya hingga mendapatkan gelar master.

Selama menimba ilmu al-Quran, Yuke memiliki motto yang sangat dijaganya hingga sekarang. "Saya tidak mau meninggalkan salat walau pun ujian, meskipun ada dalilnya sedang thalabul ‘ilmi. Saya harus awal waktu, dan di rumah Allah. Rupanya itu merupakan suatu moto yang kuat," ungkap Yuke dengan semangat. Alhamdulillah, saat ini Yuke telah hafal 30 juz al-Quran dan selalu mengulangnya.

Yuke semakin mantap dengan pilihan hidupnya ini. Setiap hari dipenuhi dengan aktifitas-aktifitas keislaman dan berdakwah ke mana-mana. Perubahan penampilan pun dilakukannya. Jika dulu Yuke senang berpakaian mahal dan modis, tentu tidak untuk saat ini. Yuke telah berhasil mengondisikan pakaian diri dan keluarganya.

"Dengan posisi keluarga yang abangan, bisa dibayangkan keluarga saya reaksinya seperti apa ketika saya pakai baju begini (gamis). Tapi dengan pakaian seperti ini, tidak ada satu orang pun yang berani mengajak saya ke tempat maksiat. Yang kedua, ada setrum sama masjid. Ketiga, sifat-sifat buruk jadi hilang. Keempat, banyak didoakan orang," tutur pria kelahiran 18 Oktober 1958 itu.

On the Track Commitment
Cara ini rupanya sangat ampuh memantapkan keyakinan Yuke berhijrah. Dalam perjalanannya mencari kebenaran, Yuke selalu memanfaatkan buku Sirah Nabawi. "Saya cuma baca sirah. Dari 10 sahabat yang masuk surga tanpa hisab, ternyata awalnya kacau kecuali  satu, Abu Bakar. Padahal mereka dulu berada dalam kesesatan yang nyata. Satu poin saya ambil, Allah tidak melihat awalnya seseorang. Begitu komitmen, syahadat yang benar, sami'na wa ata'na, atau dalam bahasa kita itu on the track commitment." ujar Yuke.

Menurut Yuke, dengan memahami Islam secara komprehensif, hidup kita menjadi ringan. Yuke meyakini bahwa tidak mungkin Allah membuat masalah yang membuat kita susah. "Allah tidak pernah zalim kepada manusia, tapi manusia itu yang zalim kepada diri mereka sendiri. Tidak mungkin keputusan Allah itu buruk, karena Allah lebih tahu daripada kita," tuturnya.

"Barusan ibu saya meninggal, saya nangisnya hanya 2%. Semakin kita belajar mendekatkan diri kepada Allah, betul bahwa wala khaufun ‘alaihim walahum yahzanun itu terjadi. Tidak ada khawatir dan tidak bersedih hati. Kejadian ini membuat saya yakin, ternyata semakin baik pada Allah, semakin adem, masalah menjadi ringan. Kuncinya ada di al-Quran. Dan menjadi tugas kita untuk menyosialisasikan Islam sesuai dengan maqam seseorang," tambahnya. (Astri Rahmayanti/Riyanti)
 
Top